INTANI.ORG – Banyak lahan pertanian di berbagai wilayah Indonesia yang mengalami penurunan kualitas setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan penggunaan pupuk dan pestisida kimia secara berlebihan. Kondisi ini menjadi salah satu alasan milenial asal desa Kopeng, Semarang mau terjun ke pertanian organik.

“Dulu saya tidak ada niatan sama sekali untuk menjadi petani, karena saya tahu bagaimana jatuh bangunnya seorang petani. Namun orang tua saya yang seorang petani, meminta saya untuk melanjutkan kuliah pertanian. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan saya pilih jurusan pertanian,” terang Shofyan mengawali paparannya sebagai narasumber inspiratif webinar inspirasi bisnis Intani seri ke 102, Rabu (4/1/2023).

Milenial dengan nama lengkap Shofyan Adi Cahyono(25) lulusan Universitas Kristen Satyawacana Salatiga jurusan agroteknologi mulai merintis usaha pertanian organiknya sejak duduk di bangku kuliah tahun 2014.

“Saya mulai memasarkan sayuran organik itu di kampus dan tidak laku. Lalu mengajukan proposal pada seminar kewirausahaan senilai 15 juta rupiah untuk pembangunan green house, alhamdulillah terpilih, namun nilai hadiahnya gelinding satu nol nya,” ujar Shofyan sambil tertawa.

Dari situ Shofyan menuturkan menggunakan hadiah yang diperoleh untuk membeli alat pengemas sayuran dan mengubah pemasarannya dengan door to door. Untuk meningkatkan produksi ia mulai membentuk kelompok tani Citra Muda dan diikuti di tahun berikutnya dengan mendirikan Sayur Organik Merbabu untuk peningkatan pemasaran.

“Alhamdulillah perkembangannya semakin bagus, hingga di 2018 kami masuk dalam Program Nasional 1000 Desa Organik yang dicanangkan Presiden Jokowidodo,” terangnya.

Hingga kini setidaknya sudah ada 30 petani milenial tergabung dalam kelompok tani Citra Muda yang diketuai Shofyan dan bekerja sama dengan 400 petani organik. “Lahan yang kami kelola kurang lebih 10 hektar yang terletak di kaki gunung Merbabu,” ujarnya.

Shofyan menjelaskan ada 50 jenis sayuran yang ditanam dan 70 varian sayuran yang masih trial. “Kami sudah tersertifikasi Organik Indonesia oleh INOFICE (Indonesia Organik Farming Inspection and Certification) dan Halal MUI serta sesuai standar SNI 6729: 2016,” jelas Shofyan.

Pemasaran sendiri sudah tersebar ke berbagai wilayah di pulau Jawa dan Banjarbaru, Kalimantan Selatan baik agen distributor dan reseller. “Permintaan kami setiap bulan mencapai 30 ton namun kami baru mampu suplai 15 ton, jadi peluang pasar organik memang terbuka luas,” ujarnya.

Selain alasan kesehatan dan memperbaiki kualitas lahan pertanian, Shofyan membangun SOM untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

“Saya ingin petani memiliki nilai tawar dari hasil panennya, karena sering sekali petani tidak berdaya untuk menjual produksinya dengan nilai yang sepadan. Terlebih sayuran organik ini memiliki harga yang relatif stabil dan tinggi,” ujarnya.

Tidak hanya fokus pada produksi dan pemasaran, Shofyan juga memdirikan P4S Citra Muda sebagai wadah pelatihan, pembelajaran dan sarana magang masyarakat umum serta pelajar.

“Memang target kami tidak hanya sekadar jualan sayur organik tetapi bagaimana mengedukasi masyarakat pentingnya pertanian organik baik bagi kesehatan diri dan lingkungan,” ujarnya.

Shofyan juga menyampaikan untuk pengurusan sertifikasi organik membutuhkan biaya yang besar, bisa mencapai 30-40 juta rupiah. Maka itu ia bersama dengan AOI (Aliansi Organik Indonesia) sedang menggerakkan sertifikasi pihak kedua dari PAMOR (Penjamin Mutu Organik) Indonesia agar bisa terjangkau oleh para petani organik kelas menengah.

Segudang prestasi juga sudah diraih Shofyan baik nasional maupun internasional, sebagai Duta Petani Milenial Kementan RI, Young Farmer Interpreneur FPB UKSW 2017, Delegsi for Organic Youth Forum Asia 2019, juara 2 Festival Pangan Bermutu Dinas Ketahanan Pangan Jawa Tengah 2019, dan lainnya.

Ketua umum Intani, Guntur Subagja menyampaikan dalam pengantarnya ada tiga hal yg menjadi konsen utama untuk mengembalikan pertanian dengan kearifan lokal.

“Pertama membentuk petani muda yang mampu membuat solusi dan inovasi untuk meningkatkan kualitas pertanian yang ada, kedua menguabah mindset petani lama dengan cara bertani yang baru dan menggunakan kearifan lokal, ketiga menggunakan teknologi digital baik untuk produksi dan pemasaran,” terang Guntur.

Ketiga hal itu sudah dicerminkan semua oleh Shofyan, maka menurut Guntur sudah tepat menjadikannya contoh untuk menginspirasi petani milenial di berbagai daerah agar tercipta pertanian modern yang berkearifan lokal.

Webinar inspirasi bisnis Intani dengan tema ‘Petani Milenial Kirim Sayur Organik ke Seantero Jawa’ ditayangkan via daring dan streaming di TANITV dipandu Ila Failani, CEO DEDIGO(Desa Digital Global) aplikasi desa modern. Kegiatan ini juga diikuti ratusan peserta dari berbagai daerah di Indonesia.*

LEAVE A REPLY