INTANI.ORG – Pertanian organik saat ini semakin sering disosialisasikan sebagai salah satu solusi untuk menangani isu kelestarian lingkungan dan kesehatan. “Memang menjadi salah satu pendekatan yang bisa digunakan untuk mengajak masyarakat kembali ke organik yaitu dengan isu kelestarian lingkungan dan kesehatan,” terang Intan Wierma Putri, selaku host dan pengurus Intani DPW DI Yogyakarta saat membuka kegiatan webinar inspirasi bisnis Intani dengan tema ‘Bisnis Sayuran Organik Raih Cuan & Lestarikan Lingkungan, Rabu (14/09).

Untung Wijanarko, founder & CEO Tani Organik Merapi (TOM) sependapat dengan Intan, bahwa dua isu tersebut sangat penting sebagai dasar untuk bertani. “Bertani itu jangan hanya memikirkan keuntungan materi tetapi harus memperhatikan dampak kesehatan dan lingkungan. Selain itu saya juga memberikan pendampingan serta jaminan pasar bagi para petani yang mau beralih ke pertanian organik,” terang Untung mengawali paparannya sebagai narasumber.

Bertani organik dibutuhkan mental yang kuat dan kesabaran ekstra. “Saat kita beralih ke pertanian organik, kita butuh perhatian lebih untuk perawatan dan bisa dipastikan hasil panennya menurun. Namun tidak perlu khawatir, karena ketika kita sudah menemukan pasar yang tepat maka akan memperoleh harga yang tinggi untuk produk organik kita,” ujar Untung.

Untung yang sudah konsisten bertani organik sejak 2008 membagikan tips agar bisa terus sustain di pertanian organik. Pertama buat brand semenarik mungkin, lalu konsisten promosi baik online maupun offline, ikuti berbagai pameran, gabung ke komunitas atau organisasi seperti TOM sudah tergabung di Aliansi Organik Indonesia (AOI) dan bangun manajemen yang terstruktur mulai dari hulu sampai hilirnya (produksi dengan petani mitra hingga pemasaran).

“Tahun-tahun awal bangun TOM itu memang kita lebih banyak biaya dibanding income yang masuk. Tapi itu memang bagian yang harus dijalani untuk bisa sampai di titik ini,” ujarnya.

Intan juga mengamini apa yang disampaikan Untung, dalam memulai usaha harus berani berinvestasi dan mengambil resiko. “Ini inside yang menarik, memang di awal harus berani investasi dari branding, promosi, titip jual dengan resiko tidak laku. Tapi ketika sudah ketemu pasarnya kita tinggal fokus produksinya saja”.

“Benar sekali, saat ini saja TOM baru mampu memenuhi 80% permintaan pasar untuk suplai ke berbagai supermaket. Jadi memang kita sangat kewalahan diproduksi,” ujar Untung.

TOM juga sudah berinovasi menggunakan kemasan ramah lingkungan, serta sudah memiliki sertifikat organik dan sertifikat rumah pengemasan. “Dari inovasi tersebut TOM meraih penghargaan International Organic Farming Innovation Award di tahun 2021. Lalu ada peluang kerja sama yang sedang kita jajaki untuk ekspor ke Serbia, Rusia dan beberapa negara eropa”.

Untung juga sudah melakukan ekspansi bisnis dengan membangun agrowisata, P4S (Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan), warung makan dan kopi organik serta yang terbaru Jejaring Lestari (JERI) yang berfokus budidaya buah-buahan organik.

“Kami membuka peluang kemitraan bagi petani yang mau beralih ke organik, mulai dari produksi hingga pemasaran akan kami dampingi. Jadi jangan ragu untuk bertani organik karena peluang pasarnya besar dan nilai ekonominya tinggi,” terang Untung.

Intan juga menyampaikan bahwa TOM sudah berhasil menampilkan sebuah ekosistem yang sangat komprehensif dan berkesinambungan, mulai dari produksi, pengemasan, kemitraan, end user dan consumer priority loyalty.

“TOM ini luar biasa memiliki super manajemen dan berhasil melakukan berbagai ekspansi bisnis hingga jajaki pasar ekspor. Saya rasa TOM sudah cukup membuktikan bahwa pontensi pertanian organik nasional sangat mungkin dikembangkan dan bisa menjadi tumpuan ekonomi masyarakat Indonesia,” pungkas Intan.* (na-dgn)

LEAVE A REPLY