INTANI.ORG – Kentang menjadi salah satu produk pertanian yang tingkat konsumsinya cukup tinggi di Indonesia. “Produksi kentang nasional kita tinggi, pada 2021 mencapai 1,36 juta ton dan hampir seimbang dengan tingkat konsumsinya baik itu industri maupun rumah tangga,” terang Guntur Subagja, ketua umum Intani saat menyampaikan pengantarnya pada webinar inspirasi bisnis Intani seri ke 84, Rabu (31/08).

Menurut Guntur, walaupun jumlah produksi tinggi namun kentang masih sering mengalami fluktuatif harga. “Yang perlu digaris bawahi adalah bagaimana cara kita membangun satu ekosistem mulai dari hulu sampai hilir, sebagai contoh dengan mendekatkan industri hilir kentang dengan para petani kentang. Sehingga rantai pasoknya bisa dipangkas serta meningkatkan nilai jual,” terangnya.

Sejalan dengan yang disampaikan ketua umum Intani, Agus Wibowo, petani milenial kentang asal desa Sumberejo, Ngablak, Magelang – Jawa Tengah mengatakan memang benar ada fluktuatif harga pada kentang. “Di dua tahun terakhir ini harga itu dikisaran delapan sampai dua belas ribu per kg, Alhamdulillahnya kami produksi dan menggunakan bibit unggul jadi saat terjadi fluktuasi harga kami tidak terlalu terdampak”.

Agus mendirikan perusahaan Agro Lestari Merbabu untuk mengakomodir semua unit usahanya mulai dari pembibitan, budidaya, kemitraan dengan petani dan produksi produk nilai tambah. “Kami pakai  bibit G0 untum budidaya, ini sifatnya indukan jadi bisa diturunkan hingga empat kali, jadi kalau petani menggunakan ini sudah bisa mandiri bibit dan terhitung investasi di awal. Selain itu  juga tahan akan serangan penyakit seperti NSK (Nematoda Sista Kentang),” ujar Agus.

Penggunaan bibit unggul itu sangat penting menurut Agus, tidak hanya berpengaruh pada produktifitas tetapi juga kualitas kentangnya. “Selain itu penggunaan teknologi juga sangat penting, kami menggunakan kultur jaringan untuk pembibitan, smart irigation jadi bisa atur penyiraman kapan saja serta penggunaan green house,” terangnya.

Agus yang mendapatkan penghargaan terbaik kedua kategori Mahasiswa Wirausaha Mandiri 2018 dan terpilih menjadi wakil Indonesia di ajang Entreprener Organization Global Student Entreprenuer Award di Macau, Tiongkok benar-benar mengaplikasikan ilmunya untuk memajukan dan meningkatkan kesejahteraan petani di daerahnya.

“Kami bermitra dengan petani untuk budidaya lalu ibu rumah tangga dan pemuda untuk produksi kripik kentang dengan skala mikro untuk meningkatkan kesejahteraan mereka”.

Lahan yang dikelola Agus dan mitra petaninya sekitar 25 hektar untuk memenuhi permintaan suplai 8 ton kentang setiap minggunya. “Kami tidak sekadar beli hasil panen petani, tetapi kami juga latih bagaimana bertani yang benar mulai olah tanahnya, tanam benih, perawatan hingga pasca panen. Sehingga hasilnya sesuai standar dan kualitas petani meningkat”.

“Inilah model bisnis yang tepat untuk kentang, mulai dari penggunaan bibit unggul, bangun ekosistem dengan petani dan pasar serta membuat produk nilai tambah. Bahkan model ini bisa diaplikasikan untuk komoditi lain yang sering mengalami flutuatif harga seperti cabai,” terang Guntur.

Poin penting untuk meningkatkan nilai komoditi pertanian sekaligus mensejahterakan petani adalah membangun ekosistem bisnis pertanian yang terintegrasi. “Maka efisiensinya terbentuk dari hulu sampai hilir. Dan inilah yang sedang diupayakan oleh Intani, salah satunya melalui kegiatan webinar inspirasi bisnis Intani,” pungkas Guntur.*

LEAVE A REPLY