INTANI.ORG – Membuat produk olahan dari pegagan dan kakao lokal di Kulon Progo, adalah hasil dari kerja keras Dwi Martuti Rahayu mengikuti berbagai lomba inovasi produk olahan pertanian mulai dari tingkat kecamatan hingga nasional.

“Awal itu saya ikut lomba inovasi produk non beras-non terigu di tingkat kecamatan pada 2013, saya coba olah biji durian dan bonggol pisang dan alhamdulillah menang. Dari situ saya makin tertarik mengikuti lomba-lomba lainnya hingga tingkat nasional,” terang Dwi saat membuka paparannya sebagai narasumber inspiratif webinar inspirasi bisnis Intani seri ke 124.

Hingga saat ini sudah ada total 38 penghargaan yang Dwi raih, beberapa diantaranya Penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara Tingkat Nasional 2015, Tokoh Penggerak Ekonomi Kreatif Kulon Progo 2020, TOP 10 Penguasaha Muda BRIlian Tingkat Nasional 2020 dan lainnya.

Setelah sering menang lomba, banyak media yang meliput Dwi sehingga menarik minat para ibu di daerahnya untuk mengikuti jejaknya. Hingga akhirnya ia membentuk Kelompok Wanita Tani Pawon Gendis pada tahun 2013.

“Dari berbagai olahan produk yang menang lomba, tidak semua diterima pasar. Jadi dari tahun 2013 yang bisa untuk dipasarkan itu olahan pegagan, hingga di 2015 saya ikut seleksi dengan membawa olahan pegagan dan coklat untuk penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara kategori Ketahanan Pangan,” ujarnya.

Saat seleksi Dwi menceritakan sempat ditanya oleh Bupati untuk bahan baku cokelatnya dari mana, ia pun menjelaskan kalau menggunakan coklat batang yang ada di toko bahan kue.

“Saya pun ditantang untuk membuat dari kakao lokal, dari situ saya mulai cari tahu ternyata Kulon Progo itu daerah penghasil kakao terbesar bahkan di bandingkan Gunung Kidul pada saat itu,” ujarnya.

Dwi mulai memberdayakan para petani kakao lokal bersama KWT Pawon Gendis untuk pengolahan pasca panen hingga menjadi coklat yang bisa di konsumsi. Pendampingan dilakukan karena saat itu kemampuan para petani dalam pengolahan pasca panen kakao sangat kurang.

“Tahun 2017 produk Cokelat Wondis diresmikan, nama Wondis sendiri kami ambil dari singkatan Pawon Gendis,” terangnya.

Setidaknya sudah ada 30 macam produk yang dipasarkan dan yang menjadi best seller yaitu camilan cokelat pegagan.

“Produk Wondis dibagi menjadi tiga jenis yaitu cokelat padat, minuman cokelat, dan camilan cokelat,” terangnya.

Mengusung konsep pertanian berkelanjutan Dwi mengatakan tidak ada bagian dari kakao yang terbuang, semua diolah menjadi produk bernilai jual. Kulit buah kakao dijadikan pupuk organik dan pewarna makanan, kulit biji kakao dijadikan pewarna kain dan minuman seduh, serta daun kakao untuk alas saji makanan.

Pemasaran menggunakan model bisnis B to C, ini dilakukan dengan tujuan untuk lebih dekat dengan konsumen dan bisa lebih mengenalkan jenis-jenis cokelat yang baik dikonsumsi.

“Tingkat konsumsi cokelat di Indonesia masih rendah, maka di sini saya ingin mengkampanyekan bahwa konsumsi cokelat itu baik untuk kesehatan tergantung porsi dan jenis cokelatnya. Cokelat Wondis kami menjamin sehat, karena kami menggunakan biji cokelat fermentasi terbaik,” terangnya.

Lalu untuk pemasaran produk saat ini sudah bekerja sama ada 10 mitra reseller dan 17 instansi pendidikan. Di Wondis juga disediakan fasilitas agroeduwisata yang bekerja sama dengan beberapa travel agent.

Dengan usaha ini, Dwi menuturkan para petani kakao sangat senang karena merasa terbantu dalam meningkatkan pendapatan mereka. Ada kurang lebih 133 mitra petani kakao dan 13 karyawan di Wondis.

“Tadinya mereka jual ke tengkulak dengan harga 20.000 per kg, tapi kami membeli dengan harga yang lebih tinggi. Untuk kelas 2 kami beli seharga 35.000 per kg dan kelas 1 seharga 50.000 per kg,” terangnya.

Tidak hanya petani, KWT Pawon Gendis dan masyarakat sekitar juga memperoleh keuntungan karena 2,5% laba yang diperoleh Wondis diperuntukan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan dan sanggar anak di desa.

Dwi pun berpesan bagi anak muda untuk terus semangat hingga mencapai passion bisnisnya, karena ia pun menjalani berbagai profesi hingga bisa sampai dititik ini.

“Waktu lulus SMA sama merantau ke Jakarta kerja di pabrik lalu jadi kasir, akhirnya balik kampung buka usaha cucian motor dan mobil, lalu laundry dan jualan kecil-kecilan dan akhirnya ketemu passion saya di bisnis inovasi pengolahan produk ini. Bahkan saat pandemi yang lain pindah haluan bisnis saya tetap bertahan  dan saya manfaatkan waktu itu untuk meningkatkan kualitas produk saya,” terangnnya.

Host webinar inspirasi bisnis Intani Ila Failani menuturkan ini sebagai satu contoh bisnis yang inspiratif karena menjunjung tinggi nilai sosial untuk kemajuan daerahnya dan bukan sekedar mencari keuntungan materil untuk pribadi.

Ketua umum Intani Guntur Subagja juga sangat kagum dengan proses pencapaian Dwi, dalam pengantarnya ia menyampaikan bahwa kemampuan Dwi memberdayakan petani kakao lokal memang layak diapresiasi.

“Hal ini membangkitkan satu harapan besar bagi para petani kakao lokal yang dalam 1-2 dekade terakhir kesejahteraannya masih kurang, maka memang sudah sepantasnya Dwi meraih banyak penghargaan,” terangnnya.

Guntur menambahkan Intani juga sedang konsen mengembangkan pertanian berkelanjutan agar menjaga alam tetap lestari, salah satunya dengan memproduksi probiotik hingga pestisida organik dengan bahan baku lokal.

“Harapannya Indonesia mampu mencapai 100% pertanian berbasis organik, sehingga kondisi alam (tanah) kembali subur dan menghasilkan produk yang menyehatkan bagi masyarakat,” tutupnya.

Saksikan kembali webinar inspirasi bisnis Intani series hanya di channel youtube TANITV.*

LEAVE A REPLY