Webinar Intani Talk edisi ke-177 menghadirkan kisah inspiratif Mbak Marwiyah, pemilik  Warung Kopi Menoreh dari Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan dipandu moderator Pak Aris, sesi ini mengupas perjalanan panjang Mbak Marwiyah membangun usaha kopi sekaligus pariwisata edukasi yang memberdayakan petani dan perempuan di pedesaan.

Dari Pegunungan Menoreh untuk Dunia

Menoreh adalah rumpun pegunungan di Kulon Progo yang berbatasan dengan Magelang dan Purworejo. Di sinilah Mbak Marwiyah mengelola kebun kopi Robusta dan Arabika, baik secara mandiri maupun bersama kelompok plasma. Total luas kebun kopi di Kulon Progo masih di bawah 1.000 hektare, dengan kondisi lahan berbatu dan tanah tipis sehingga tidak memungkinkan budidaya monokultur.

Kopi Menoreh memiliki cita rasa khas—Arabika tidak terlalu asam dan Robusta tidak terlalu pahit—sehingga cocok untuk peminum pemula. Kopi ini juga tahan disimpan dan hanya ditanam sekali untuk 20–30 tahun panen, berbeda dengan sayuran yang siklusnya pendek.

Wisata Kopi: Belajar dan Menikmati

Sejak 2010, Mbak Maria mengembangkan paket wisata edukasi kopi yang menyasar wisatawan mancanegara. Mereka diajak berjalan-jalan ke kebun, menanam atau memetik kopi sesuai musim, mempelajari proses pascapanen seperti sangrai tradisional, menggiling, menyeduh, hingga mencicipi kopi hasil seduhan sendiri. Paket ini berlangsung 1–2 jam, tetapi banyak turis yang betah berlama-lama.

Wisatawan datang dari lebih dari 15 negara—Jerman, Italia, Jepang, Australia, Amerika, India, Arab, dan lainnya—dengan rata-rata kunjungan 30–40 orang per bulan. Lokasi Kopi Menoreh yang hanya 20 km dari Borobudur membuatnya mudah diakses wisatawan yang sedang berlibur di Yogyakarta.

Harga kopi sekitar Rp100.000/kg, sedangkan harga paket wisata Rp250.000 per orang. Selain pendapatan, wisata membuka peluang jejaring dan berbagi pengalaman dengan turis asing.

Strategi dan Pemberdayaan

Mbak Marwiyah tidak hanya menjual green bean ke pasar tradisional, tetapi memproses sendiri dari ceri hingga produk siap konsumsi di kafe Kopi Menoreh Mbak Mar, yang juga berfungsi sebagai P4S (Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swakarya).

Usaha ini dibangun dengan strategi diversifikasi: mengelola kebun, mengolah hasil, dan membuka warung kopi agar tetap bertahan saat salah satu aktivitas sepi. Kopi dibudidayakan secara alami dan organik dengan hama penyakit yang minim. Pola panen Arabika jatuh pada akhir April–awal Juni, sedangkan Robusta akhir Mei–Agustus.

Selain itu, Mbak Marwiyah mendampingi Kelompok Wanita Tani (KWT). Di kampung-kampung yang belum memiliki KWT, ia memotivasi warga membentuk kelompok untuk kegiatan pertanian dan wisata. Ia juga menyelenggarakan pelatihan barista bagi santri pondok pesantren agar generasi muda mengenal kopi dari hulu ke hilir. Bahkan, ada pembinaan dari dosen Jerman terkait pengelolaan desa wisata, serta kunjungan Kementerian Perindustrian untuk melatih pelaku kopi muda.

Tantangan dan Peluang

Meski mendapat banyak tawaran ekspor, Kopi Menoreh belum bisa memenuhinya karena produksi masih difokuskan untuk pasar lokal DIY. Mbak Marwiyah juga mengungkapkan, kopi yang ditanam di luar daerah cenderung berubah rasa dan aroma karena pengaruh tanah dan iklim.

Dalam sesi tanya jawab, Pak Subhi dari Garut—yang memiliki kebun 200 ha dan mendidik anak SMK tentang kopi—bertanya tentang strategi agar kelompoknya dikenal Dinas Pariwisata. Mbak Marwiyah menjawab pentingnya berjejaring, melaporkan kegiatan wisata, dan menggandeng dinas terkait seperti Pertanian, Perindustrian, Perdagangan, dan Pariwisata. Ia sendiri akan mengikuti kegiatan Jelajah Menoreh di Embung Tonogoro.

Pesan Inspiratif

Di akhir sesi, Mbak Marwiyah berpesan agar petani kopi tidak berkecil hati. Kopi bukan sekadar tren, melainkan sudah menjadi budaya—diminum di berbagai tempat, tidak hanya di warung kopi. Petani perlu terus semangat, memperbanyak diversifikasi produk, memberdayakan perempuan, dan memotivasi anak muda agar tertarik bertani demi ketahanan pangan. Meski bukan pangan pokok, kopi bisa menjadi komoditas yang ditukar dengan kebutuhan pangan.

LEAVE A REPLY