Pada Rabu, 10 September 2025, Intani Talk edisi ke-175 menghadirkan Pak Sulin dari Kelompok Tani Berkah Abadi Wilis, Tulungagung. Di bawah kaki Gunung Wilis yang sejuk, mayoritas warga desa Sendang memelihara sapi perah. Setiap rumah rata-rata memiliki 4–5 ekor sapi, dan salah satu koperasi di sana mampu memproduksi sekitar 60.000 liter susu per hari. Namun keberlimpahan ini juga memunculkan masalah: limbah kotoran sapi mencemari sungai, menimbulkan bau, dan menyumbang emisi gas rumah kaca.

Biogas Sebagai Solusi

Pak Sulin menjelaskan bahwa sejak 2011 para peternak telah mendapatkan pelatihan pengolahan limbah menjadi biogas melalui kerja sama dengan organisasi internasional, serta dukungan pabrik susu seperti Nestlé dan Bendera. Limbah kotoran sapi, kambing, dan ayam dimasukkan ke reaktor biogas—tabung beton yang dibangun di bawah tanah—untuk difermentasi oleh bakteri hingga menghasilkan gas metan. Gas ini dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti LPG, sementara limbah cair dan padatnya menjadi pupuk bernilai ekonomi.

Prosesnya sederhana. Setiap kali kandang dibersihkan, kotoran sapi yang dicampur air 1:1 dimasukkan ke inlet. Di dalam digester, campuran ini terfermentasi selama 20–30 hari. Gas metan yang dihasilkan kemudian dialirkan melalui pipa ke dapur rumah tangga. Sisa limbah keluar otomatis ke outlet tanpa perlu diuras manual dan dapat langsung dimanfaatkan untuk tanaman atau budidaya cacing.

Manfaat Ganda

Selain memasak, gas metan juga bisa dimanfaatkan untuk lampu penerangan. Kompor LPG biasa cukup dimodifikasi pada spuyer agar sesuai dengan karakter gas metan. Pak Sulin menyebut gas ini “jinak” karena tekanan rendah dan tidak seberbahaya LPG, meskipun tetap berbau saat bocor.

Sementara itu, limbah biogas menghasilkan pupuk cair yang bisa dibawa ke lokasi penanaman dan pupuk padat yang diangin-anginkan hingga kering. Kelompok Tani Berkah Abadi Wilis bahkan mengembangkan produk pembenah tanah dan pestisida nabati dari hasil fermentasi ulang kotoran kambing.

Pembangunan Reaktor dan Tantangannya

Reaktor biogas berkapasitas 6–8 m³ dapat memenuhi kebutuhan 2–3 rumah tangga dengan 2–3 ekor sapi dewasa. Biaya pembangunan di daerah Pak Sulin sekitar Rp14–15 juta, meski harga bisa berbeda di tempat lain. Tantangan muncul di daerah pegunungan yang tanahnya labil sehingga reaktor rawan bocor, serta di dataran rendah yang air tanahnya dangkal sehingga perlu pompa untuk mengeringkan lubang galian.

Peluang yang Masih Terbuka

Meskipun produksi susu besar, pengolahan susu di kelompok ini masih disalurkan melalui koperasi ke pabrik besar. Namun untuk urusan pengolahan limbah, mereka sudah selangkah lebih maju. Pak Sulin juga membuka peluang bagi siapa saja untuk belajar langsung di lapangan. Reaktor bisa dibangun bersama oleh beberapa rumah tangga untuk menekan biaya.

LEAVE A REPLY