Oleh: Sultani, Peneliti CSPS SKSG UI dan Indonesia Strategic Center/ISC

Sumber: Kompas.id

Kamis, 3 Oktober 2024 harian “Kompas” menurunkan berita utama (headline) dengan judul: “Infrastruktur, Modal Akselerasi Pertumbuhan”. Berita ini tentu menjadi kabar baik untuk rakyat dan semua pemangku kepentingan, terutama kepada pemerintahan baru yang akan dilantik pada 20 Oktober nanti. Kabar baik dari berita ini adalah terbangunnya jaringan infrastruktur secara masif selama 10 tahun sehingga bisa menurunkan biaya logistik dari 24 persen menjadi 14 persen pada 2023. Daya saing Indonesia pun meningkat dari peringkat ke-44 menjadi peringkat ke-27 pada 2024 .

Sampai dengan pertengahan Agustus, pemerintah telah membangun 366.000 kilometer (km) jalan desa, 1,9 juta meter jembatan desa, 2.700 km jalan tol baru, 6.000 km jalan nasional, 50 pelabuhan dan bandara baru, serta 43 bendungan baru dan 1,1 juta hektar jaringan irigasi baru. Pembangunan infrastruktur selama selama tahun 2014-2024 menjadi modal akselerasi pertumbuhan ekonomi menuju Indonesia maju.

”Selama 10 tahun ini, kita telah mampu membangun sebuah fondasi dan peradaban baru, dengan pembangunan yang Indonesia sentris, membangun dari pinggiran, membangun dari desa, membangun dari daerah terluar,” kata Presiden Joko Widodo ketika menyampaikan capaian pembangunan selama 2014-2024 secara umum pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR dan DPD RI dalam rangka HUT Ke-79 Proklamasi Kemerdekaan RI, 16 Agustus 2024 (Kompas, 3/10).

Infrastruktur sebagai Pilihan Strategis

Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 disebutkan bahwa pembangunan infrastruktur  merupakan  salah  satu pilihan strategis dalam rangka mempercepat pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Indonesia. Infrastruktur telah menjadi pilar utama dalam strategi pembangunan ekonomi selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dengan kebijakan ambisius untuk memperkuat jaringan transportasi, energi, dan digital. Infrastruktur dipandang sebagai kunci akselerasi pertumbuhan ekonomi karena dapat meningkatkan konektivitas, efisiensi, dan daya saing nasional.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa mengatakan, pembangunan infrastruktur adalah modal akselerasi pertumbuhan ekonomi. Dengan tersedianya infrastruktur bisa terbentuk kegiatan ekonomi yang bisa diperdagangkan yang lebih besar, paling tidak bisa mencapai 50 persen dari PDB sekarang yang 38 persen.

Dalam upaya mencapai target pertumbuhan PDB dalam RPJMN 2020-2024, kebutuhan belanja infrastruktur mencapai Rp6.445 triliun sementara kemampuan pemerintah untuk mendanai hanya sebesar Rp2.385 triliun (hanya 37 persen dari total kebutuhan). Untuk mengakselerasi kebutuhan belanja infrastruktur dan target pertumbuhan PDB pemerintah telah berinovasi dengan mendorong peran serta investasi masyarakat dan badan usaha melalui skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan skema pembiayaan kreatif lainnya.  Strategi ini sesuai dengan paradigma baru pendanaan infrastruktur yang menjadikan APBN/APBD sebagai alternatif sumber pendanaan terakhir.

Data terbaru menunjukkan bahwa selama satu dekade pemerintahan Presiden Jokowi, Kementerian Perhubungan telah membangun 521 infrastruktur. Perhatian terbesar pada sektor transportasi laut dengan membangun 193 infrastruktur, diikuti darat sebanyak 157, udara sebanyak 91, dan perkeretaapian sebanyak 80. Pembangunan infrastruktur tersebut banyak dilakukan di daerah-daerah yang selama ini tidak tersentuh, sehingga infrastruktur bandara, pelabuhan, dan terminal yang masif tersebut menjadi bangunan yang kentara berdiri di berbagai daerah yang terisolir.

Perhatian pemerintah di bidang infrastruktur beberapa tahun terakhir ini telah berdampak pada peningkatan kuantitas dan kualitas infrastruktur di Indonesia. Namun demikian, daya saing infrastruktur Indonesia masih perlu terus ditingkatkan. The Global Competitiveness Report tahun 2018 menempatkan posisi daya saing infrastruktur Indonesia di posisi 71 dari 140 negara, masih tertinggal jika dibandingkan negara  ASEAN  lainnya, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Ketertinggalan tersebut membuat pemerintahan Jokowi memprioritaskan percepatan pembangunan infrastruktur untuk mendukung pembangunan ekonomi, perkotaan, dan pelayanan dasar. Fokus utama tersebut akan ditopang oleh pembangunan energi dan ketenagalistrikan, serta pelaksanaan transformasi digital. Selain itu, pembangunan infrastruktur  pada periode kedua pemerintahan Jokowi dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa pengarusutamaan seperti tujuan pembangunan berkelanjutan, transformasi digital serta modal sosial dan budaya.

Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi

Bagaimana strategi pemerintah dalam memanfaatkan semua infrastruktur yang sudah terbangun sekarang untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia? Kuncinya adalah optimalisasi infrastruktur yang berorientasi pada:

  1. Peningkatan Konektivitas dan Aksesibilitas

Infrastruktur transportasi, seperti jalan tol, bandara, pelabuhan, dan kereta api, yang dibangun dan diperbaiki di era Jokowi, memainkan peran sentral dalam meningkatkan konektivitas antar daerah. Misalnya, proyek Jalan Tol Trans-Jawa dan Trans-Sumatera berhasil menghubungkan pusat-pusat ekonomi utama dengan daerah-daerah pinggiran, mempercepat distribusi barang dan jasa, serta menurunkan biaya logistik.

Hadirnya Tol Trans-Jawa misalnya, distribusi logistik barang Jakarta-Surabaya menjadi lebih efisien karena bisa memangkas waktu perjalanan secara signifikan. Perjalanan distribusi yang biasanya memakan waktu hingga 36 jam kini hanya 12 jam. Dengan durasi perjalanan yang semakin singkat, jumlah perjalanan menjadi bertambah volumenya.

Begitu juga dengan distribusi logistik dengan kapal yang trennya ikut meningkat. Saat ini ada 39 trayek perjalanan kapal tol yang meningkat berlipat dibandingkan tahun2014 yang hanya enam trayek. Tol laut memberikan konektivitas distribusi logistik yang lebih terjamin karena punya rute dan jadwal yang rutin.

Capaian ini membantu meningkatkan efisiensi waktu tempuh logistik dan membantu meningkatkan efisiensi ekonomi karena waktu pengiriman yang lebih singkat, dan mengurangi biaya transportasi bagi pelaku usaha, terutama sektor-sektor yang bergantung pada distribusi fisik seperti manufaktur dan pertanian.

  1. Pemerataan Pertumbuhan Ekonomi Antardaerah

 Pembangunan infrastruktur yang masif selama ini bertujuan untuk mengurangi ketimpangan ekonomi antar daerah. Dengan memperbaiki akses ke daerah-daerah terpencil, infrastruktur mampu membuka potensi ekonomi lokal yang sebelumnya terisolasi. Infrastruktur jalan dan jembatan di daerah pedalaman Papua dan Kalimantan, misalnya, mempercepat pertumbuhan ekonomi lokal dan mengurangi kesenjangan pembangunan antara kawasan barat dan timur Indonesia. Hal ini membantu mendiversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi di luar wilayah-wilayah urban besar seperti Jawa dan Sumatera.

Infrastruktur telah memperlancar konektivitas, layanan dasar, serta distribusi pangan di Indonesia. Upaya perluasan jaringan bandara baru serta rehabilitasi dan pengembangan bandara yang sudah ada, termasuk pengembangan angkutan udara perintis, diperkirakan dapat menopang pertumbuhan ekonomi di daerah dengan kisaran 5-10 persen per tahun (Kompas, 3/10).

  1. Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi Ekonomi

Infrastruktur yang memadai mampu meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan efisiensi produksi di berbagai sektor ekonomi. Jalan, pelabuhan, dan bandara yang lebih baik bisa mengurangi hambatan dalam distribusi bahan baku dan produk jadi. Infrastruktur transportasi yang baik kualitasnya memungkinkan petani mengirimkan hasil bumi mereka ke pasar dengan lebih cepat, sehingga mengurangi kerugian pasca panen. Hal ini bisa memicu peningkatan produktivitas di sektor pertanian, perdagangan, dan industri secara keseluruhan.

4. Stabilitas Ekonomi dan Pembangunan Jangka Panjang

 Dengan memperbaiki dan memperluas infrastruktur, pemerintahan Jokowi telah berusaha menciptakan fondasi yang lebih kokoh untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Infrastruktur yang baik memberikan stabilitas dalam hal distribusi barang dan jasa, memastikan bahwa perekonomian tetap resiliensi terhadap gangguan eksternal seperti fluktuasi harga energi global atau masalah logistik global. Selain itu, fokus pada infrastruktur hijau dan berkelanjutan, seperti energi terbarukan, mencerminkan upaya untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak mengorbankan lingkungan dan tetap berkelanjutan di masa depan.

  1. Dampak Multiplier Effect Terhadap Sektor Lain

 Pembangunan infrastruktur tidak hanya langsung meningkatkan sektor konstruksi, tetapi juga memiliki multiplier effect yang luas terhadap sektor-sektor lain, termasuk perdagangan, industri, dan jasa. Kegiatan konstruksi jalan, jembatan, dan pelabuhan misalnya, memicu permintaan bahan baku seperti semen, baja, dan tenaga kerja, yang pada gilirannya menciptakan lapangan kerja dan merangsang pertumbuhan ekonomi.

Infrastruktur juga berkontribusi pada meningkatnya daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi. Investor, baik domestik maupun asing, cenderung memilih negara dengan infrastruktur yang memadai untuk menjamin kelancaran operasional bisnis mereka. Pembangunan infrastruktur digital berperan penting dalam mempercepat transformasi digital. Ketika infrastruktur selesai dibangun, peningkatan mobilitas barang dan jasa akan memperluas pasar bagi bisnis, mempercepat pertumbuhan sektor-sektor terkait.

Kontradiksi Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan infrastruktur sejauh ini belum bisa  menciptakan efisiensi distribusi. Contohnya, pengiriman barang menggunakan kapal dari kawasan Indonesia barat menuju Indonesia timur biasanya terisi 90 persen, tetapi saat kembali kapal cenderung kosong. Hal ini membuat biaya logistik masih mahal lantaran angkutannya tidak optimal. Konsep pembangunan tol laut yang bertujuan untuk menghidupkan sumber ekonomi baru di kawasan Indonesia timur rupanya belum berjalan sepenuhnya.

Ujung-ujungnya, pembangunan infrastruktur belum bisa membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia lepas dari 5 persen. Alasannya, alih-alih banyak membangun media transportasi yang murah dan masif seperti kapal laut dan kereta api, pemerintahan Jokowi justru fokus membangun jalan tol sebagai solusi logistik.

Tarif jalan tol untuk truk, yakni golongan 3, 4, 5, terlalu mahal, jauh lebih mahal ketimbang kendaraan pribadi roda empat. Sementara kapal laut dan kereta api jauh lebih efisien dalam hal logistik. Kapal laut bisa memuat barang jauh lebih banyak dan lintas pulau. Kereta api juga tidak terhambat kemacetan dan mengangkut barang lebih banyak. Perbedaan skala prioritas tersebut menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur selama ini kurang sejalan dengan pembangunan Indonesia menjadi negara industri sebagai cara untuk menjadi negara maju.

Penting untuk diketahui bahwa Presiden Joko Widodo mengawali masa jabatannya pada 2014 dengan janji membawa ekonomi Indonesia tumbuh hingga 7 persen. Kini, satu dekade berlalu, mimpi tersebut tinggal angan-angan. Tak tumbuh sesuai target, mesin perekonomian utama, seperti industri manufaktur dan konsumsi masyarakat, justru menunjukkan tanda-tanda melemah. Sektor manufaktur lesu, konsumsi rumah tangga loyo, jumlah kelas menengah menyusut.

Ekonomi Indonesia hanya tumbuh di level rata-rata 5,1 persen selama satu dekade ini dengan titik tertinggi 5,3 persen pada 2022 dan titik terendah pada minus 2,1 persen pada 2020. Pertumbuhan tertinggi dipicu oleh siklus ledakan harga komoditas mendongkrak kinerja ekspor dan sektor ekstraktif pada 2022. Sementara Covid-19 telah membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia terpuruk ke titik paling rendah. Namun, tahun-tahun sebelum pandemi yaitu 2015-2019 sudah tumbuh stagnan di bawah target, yaitu rata-rata 5,02 persen per tahun.

Selama periode 2015-2024, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh rata-rata 3,86 persen. Ekonomi Indonesia secara tradisional bergantung pada konsumsi masyarakat sebagai kontributor terbesar terhadap PDB pertumbuhannya sudah melandai di bawah 5 persen sejak periode pertama Jokowi. Situasi ini semakin diperburuk pada periode kedua akibat pandemi COVID-19, yang menyebabkan daya beli masyarakat menurun akibat hilangnya pekerjaan, berkurangnya pendapatan, dan meningkatnya ketidakpastian ekonomi.

Di sisi lain, sektor manufaktur, yang merupakan salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja dan kontribusi pada ekspor, juga mengalami penurunan. Berkurangnya permintaan domestik akibat pelemahan konsumsi masyarakat turut mempengaruhi penurunan aktivitas di sektor manufaktur. Ketika daya beli masyarakat rendah, permintaan produk manufaktur juga berkurang, menyebabkan penurunan produksi dan investasi di sektor tersebut.

Pemulihan Ekonomi

Meskipun konsumsi dan manufaktur mengalami pelambatan, pembangunan infrastruktur tetap dilihat sebagai modal penting untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Penurunan konsumsi dan manufaktur sering kali merupakan dampak dari faktor eksternal, seperti pandemi, yang menyebabkan pelemahan permintaan. Secara logis, pembangunan infrastruktur harus dilihat sebagai investasi jangka panjang yang akan mendukung pertumbuhan konsumsi dan manufaktur ketika kondisi makroekonomi membaik. Infrastruktur yang kuat akan memungkinkan sektor-sektor ini untuk pulih lebih cepat dan berkembang lebih pesat setelah tekanan sementara, seperti pandemi atau resesi, berlalu.

Artinya, dengan infrastruktur yang lebih baik, potensi pemulihan akan lebih cepat karena infrastruktur meningkatkan efisiensi ekonomi, memperluas akses pasar, dan menurunkan biaya produksi serta distribusi. Infrastruktur tetap menjadi fondasi penting bagi pemulihan dan akselerasi pertumbuhan ekonomi.

Infrastruktur transportasi yang baik memungkinkan distribusi barang menjadi lebih efisien, yang pada gilirannya mengurangi biaya logistik bagi industri manufaktur dan harga barang bagi konsumen. Ini dapat membantu meningkatkan daya beli masyarakat, karena harga barang menjadi lebih terjangkau, dan mendorong produksi manufaktur. Pembangunan jalan tol, pelabuhan, dan bandara memudahkan distribusi barang ke wilayah yang lebih luas, yang pada akhirnya mendorong peningkatan konsumsi di daerah-daerah tersebut.

Pelambatan pertumbuhan konsumsi dan manufaktur tidak menghilangkan pentingnya infrastruktur. Justru, infrastruktur dapat berperan sebagai katalis untuk pemulihan ekonomi. Ketika daya beli masyarakat dan permintaan manufaktur mulai pulih, infrastruktur yang memadai akan memastikan bahwa barang dan jasa dapat dihasilkan dan didistribusikan dengan lebih efisien. Selain itu, pembangunan infrastruktur juga menciptakan lapangan kerja, baik melalui proyek konstruksi maupun melalui peningkatan aktivitas ekonomi di sektor-sektor terkait.

Dengan demikian, meskipun pertumbuhan ekonomi berbasis konsumsi dan manufaktur terlihat lamban, pembangunan infrastruktur tetap relevan dan strategis. Infrastruktur menyediakan landasan bagi pemulihan dan akselerasi pertumbuhan ekonomi di masa depan. Setelah faktor-faktor penekan konsumsi dan manufaktur berangsur pulih, infrastruktur yang telah dibangun akan memungkinkan kedua sektor ini berkembang dengan lebih pesat sekaligus menciptakan siklus pertumbuhan yang berkelanjutan.

Strategi Kebijakan Pemerintahan Prabowo

Strategi kebijakan pemerintahan Prabowo dalam mengimplementasikan kebijakan pembangunan infrastruktur untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan harus didasarkan pada pandangan bahwa infrastruktur adalah modal fundamental bagi peningkatan produktivitas, penciptaan lapangan kerja, dan penguatan daya saing nasional. Infrastruktur yang memadai dan merata, terutama di sektor transportasi, energi, telekomunikasi, dan air bersih, akan mendukung keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang inklusif.

Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pemerintahan baru harus memprioritaskan aspek-aspek strategis yang menonjol dalam kebijakan infrastruktur. Aspek-aspek strtegis tersebut antara lain:

  1. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Infrastruktur

Pemerintahan Prabowo berkomitmen untuk fokus pada pembangunan infrastruktur skala besar, dengan memperbaiki kualitas sekaligus memperluas jangkauannya ke daerah-daerah yang belum terlayani secara memadai. Infrastruktur transportasi seperti jalan tol, bandara, pelabuhan, dan kereta api akan terus dikembangkan untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah. Pemerintahan Prabowo juga akan mengakselerasi pembangunan infrastruktur energi, termasuk listrik, gas, dan sumber energi terbarukan, untuk memastikan ketersediaan energi yang memadai bagi sektor industri, manufaktur, dan rumah tangga, sehingga mampu mendukung pertumbuhan sektor-sektor tersebut.

2. Pemerataan Pembangunan Infrastruktur

Salah satu prinsip dasar yang akan dipegang oleh pemerintahan Prabowo dalam kebijakan infrastruktur adalah pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah tertinggal, terluar, dan terpencil (3T). Pemerataan ini bertujuan untuk mengurangi ketimpangan ekonomi antar wilayah, meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan publik, serta mendorong perkembangan ekonomi di daerah-daerah yang selama ini belum terintegrasi sepenuhnya dengan pusat-pusat ekonomi. Dengan demikian, pembangunan infrastruktur yang merata akan memperkuat basis ekonomi nasional dan memperluas kesempatan ekonomi bagi masyarakat lokal di seluruh Indonesia.

3. Mendukung Pembangunan Berkelanjutan

Paradigma berkelanjutan yang menjadi semangat utama pembangunan nasional akan menjadi landasan penting dalam kebijakan infrastruktur pemerintahan Prabowo. Pemerintah akan mengutamakan pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan, seperti pengembangan energi terbarukan serta infrastruktur hijau yang berperan dalam mengurangi emisi karbon dan dampak lingkungan. Selain itu, pembangunan infrastruktur tahan bencana dan pengelolaan sumber daya air yang lebih holistik akan menjadi fokus dalam upaya memitigasi dampak perubahan iklim dan bencana alam yang sering melanda Indonesia.

4. Sinergi Antar-Sektor dan Penguatan Rantai Pasok

Menghadapi keterbatasan anggaran negara, pemerintahan Prabowo akan mengoptimalkan keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Skema ini tidak hanya akan mendorong partisipasi sektor swasta dalam pendanaan proyek-proyek infrastruktur, tetapi juga memungkinkan penerapan teknologi terbaru dan peningkatan efisiensi dalam implementasi proyek-proyek tersebut. Pemerintah akan mendorong pembangunan infrastruktur yang terintegrasi dan mendukung sektor-sektor prioritas ekonomi nasional, seperti manufaktur, pertanian, pariwisata, dan perikanan. Pengembangan infrastruktur transportasi dan logistik yang efisien, misalnya, akan memperkuat rantai pasok (supply chain) sektor-sektor tersebut, meningkatkan akses pasar, serta menurunkan biaya produksi dan distribusi.

  1. Infrastruktur Digital dan Teknologi

Di era digitalisasi global, infrastruktur telekomunikasi dan teknologi informasi menjadi elemen krusial bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pemerintahan Prabowo berencana untuk mempercepat pembangunan jaringan internet berkecepatan tinggi dan infrastruktur digital di seluruh Indonesia, terutama di wilayah-wilayah pedesaan dan terpencil. Kebijakan ini selaras dengan komitmen Prabowo untuk meningkatkan konektivitas antar-desa dan daerah melalui pembangunan infrastruktur desa seperti jalan desa, jembatan, fasilitas kesehatan, dan sarana pendidikan. Tujuannya adalah bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat pedesaan terhadap peluang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang lebih baik.

Kesimpulan

Infrastruktur memiliki peran kunci sebagai modal akselerasi pertumbuhan ekonomi, terutama dalam menghadapi tantangan krisis lingkungan, krisis energi, dan hilirisasi sumber daya alam (SDA) yang menjadi program strategis pemerintahan baru nanti.  Infrastruktur yang memadai berfungsi sebagai fondasi fisik untuk pembangunan ekonomi, sekaligus  instrumen strategis dalam menjaga keberlanjutan pembangunan dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional. Dalam konteks krisis lingkungan, pembangunan infrastruktur akan menjadi pilar penting bagi pemerintah dalam mitigasi dampak perubahan iklim serta mencegah eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan.

Selain itu, krisis energi yang disebabkan oleh ketergantungan Indonesia pada bahan bakar fosil juga akan dihadapi melalui pembangunan infrastruktur energi terbarukan. Pemerintahan Prabowo akan mendorong pengembangan energi surya, angin, dan hidro sebagai solusi berkelanjutan untuk kebutuhan energi domestik. Strategi ini tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjawab tantangan lingkungan dan mengurangi dampak negatif terhadap ekosistem.

Di sisi lain, hilirisasi SDA memerlukan infrastruktur industri dan logistik yang canggih untuk memaksimalkan nilai tambah dari sumber daya alam yang dimiliki Indonesia. Dengan membangun infrastruktur yang mendukung proses pengolahan bahan mentah menjadi produk bernilai tinggi, pemerintah akan mempercepat transformasi ekonomi dari ketergantungan ekspor bahan mentah menuju industri manufaktur yang kuat dan berkelanjutan. Hilirisasi yang didukung oleh infrastruktur yang memadai ini, akan menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan penerimaan negara.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LEAVE A REPLY